PEMBAGIAN KERJA DALAM MASYARAKAT
PEMBAGIAN
KERJA DALAM MASYARAKAT
Sebelum masuk kedalam pembahasan , pengertian dari
pembagian kerja adalah suatu pemisahan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
individu atau sekelompok individu tertentu. Jenis pekerjaan yang beragam dalam
suatu masyarakat tidak mungkin dikuasai dan dilakukan oleh setiap orang. Oleh
sebab itu ,dibutuhkan spesialisasi sehinnga seseorang hanya mengerjakkan
pekerjaan yang ahli dibidangnya saja. Dasar dari pembagian kerja di dalam
masyarakat biasanya diukur dari usia dan jenis kelamin si pelamar.
Pada masyarakat jenis kelamin terkadang menentukkan
layaknya suatu pekerjaan di kerjakan oleh seseorang. Misalnya jenis kelamin
pria mengerjakan pekerjaan yang batasannya bisa dari pekerjaan dengan bobot
berat/keras maupun ke bobot yang ringan/mudah , sedangkan wanita hanya mampu
mengerjakan pekerjaan yang berbobot ringan sampai ke sedang saja. Para wanita
tidak mungkin menggeluti pekerjaan yang berbobot keras misalnya seperti kuli
bangunan. Karena wanita mempunyai batasan-batasan kemampuan mereka yang dimana
batasan dari pria selalu satu langkah kedepan dari wanita. Yang artinya tenaga
pria selalu lebih dari wanita. Sehingga tidak dimungkinkan untuk para wanita
mengerjakan pekerjaan pria. Pada umumnya wanita juga bisa menggeluti pekerjaan
pria, namun para ketua atau bos dalam suatu perusahaan pasti menempatkannya
kedalam bagian didalam kantor bukan langsung jatuh kedalam lapangan seperti
sekertaris,bendahara,maupun chief.
Hal ini juga menimbulkan banyak teori yang diajukan
oleh para ahli ilmu social. Salah satu teori beranggapan bahwa perempuan lebih
cenderung melakukkan kegiatan yang berurusan dengan rumah tangga , seperti
memasak,mencuci,menjahit,mengasuh anak, melayani suami bahkan pekerjaan yang
bersifat domestic dan nonproduktif, sedangkan laki-laki lebih banyak mengambil
pekerjaan diluar rumah untuk mencari nafkah yang besifat public dan produktif.
Pembagian kerja secara seksual ini kemudian menimbulkan paham genderisme yang
berpandangan bahwa sudah kodratnya perempuan bekerja dalam hal non produktif
sedangkan pria yang lebih produktif. Tanpa disadari hal ini sudah diterapkan
hanpir dimasyarakat seluruh dunia, bahkan diterapkan dalam suatu kebudayaan.
Misalnya kebudayaan jawa, dimana seorang
perempuan sering dianggap sebagai konco
wingking (teman dibelakang) yang maksudnya sang istri (wanita) harus
mengabdi kepada suami. Namun hal ini sangat berbeda dengan kebudayaan bali,
yang tadinya sekelompok wanita tidak dapat menggeluti pekerjaan yang keras, di
bali wanita ternyata bisa dan boleh menggeluti pekerjaan yang keras. Seperti
kaum wanita bekerja sebagai buruh kasar pembangunan jalan, yang biasanya
dikerjaan oleh laki-laki bahkan pada masyarakat pedesaan jawa tidak sedikit
wanita yang pergi kehutan mencari kayu bakar. Didalam perkotaan pun wanita juga
ikut beraktivitas dalam mencari nafkah, seperti ibu tukang jamu , yang menurut
saya pekerjaan yang lumayan keras karena mereka menggendong ramuan jamunya yang
banyak.
Selain pembagian kerja menurut Gender atau jenis
kelamin , ternyata pembagian pekerjaan diidentikan pula dengan kelompok etnis
atau suku bangsa tertentu. Misalnya , bidang perdagangan dan bisnis didaerah
perkotaan Indonesia umumnya dikuasai oleh orang keturunan tionghoa. Demikian
pula dengan perantau Minangkabau yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang ,
pengusaha restoran, pedagang kaki lima. Diantara para migran yang datang ke
Jakarta pun tampak kecenderungan untuk menguasai satu jenis pekerjaan tertentu.
Misalnya orang wonogiri berdagang bakso, orang tegal membuka warung nasi khas
tegal yang biasanya dikenal dengan Warteg , dan orang Madura yang terkenal
dengan satai dan sotonya.
Pembagian kerja dalam masyarakat modern lebih
kompleks dan tampak nyata dibandingan pada masyarakat tradisional yang lebih
bersifat homogen. Oleh karena itu Emile Durkheim mengatakan bahwa perubahan
social yang terjadi dapat dikaji, perubahan pembagian kerja tidak semata-mata
berpengaruh kepada bidang ekonomi, tetapi juga meluas kepada bidang social,
politik,dan budaya. Contoh nya seperti kehidupan pada pedesaan jawa yang baru
mengenal beberapa jenis teknologi baru untuk menginkatkan produktivitas
pertanian, misalnya mesin penggiling padi. Pada zaman dahulu, bila masa panen
tiba kaum wanita di jawa memegang peranan penting karena ia turut menuai dengan
ani-ani,merontokkan butir-butir pada dari batangnya, dan menumbuknya. Setelah
adanya teknologi baru, kaum wanita kehilangan sebagian pekerjaanya,karena yang
dapat menggerakan mesin penggilingnya hanyalah kaum pria. Hal ini menyebabkan
kaum wanita tersingkir, sehingga mereka mencari pekerjaan alternatif lain
seperti menjual jamu karena mereka sudah kurang dibutuhkan dibidang pertanian.
Komentar
Posting Komentar